Senin, 07 November 2011

Nasionalisme di Kalangan Remaja Rendah

Pengaruh globalisasi di kalangan remaja khususnya pelajar, tak jarang membuat mereka yang tidak siap telah kehilangan identitas kebangsaan. Akibatnya, banyak di antara pelajar yang tidak hapal Pancasila dan lagu wajib Indonesia Raya. Tak heran, ketidakpahaman dengan paham kebangsaan dan nasionalisme itu membuat di antara pelajar saling tawuran.

Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI), Ponco Sutowo, mengatakan sangat prihatian melihat kondisi bangsa khususnya generasi muda dalam memahami konsep kebangsaan yang cenderung ikut-ikutan hingga sangat banyak yang tidak memahami dan mendalami secara benar konsep tersebut.

Untuk itu demi membangun masa depan bersama, Ponco berharap agar semangat kebangsaan dirumuskan dengan sadar, disosialisasikan secara luas kepada masyarakat, dan penyelenggara negara harus memberi contoh positif kepada rakyatnya hingga semangat dan jiwa nasionalisme bangsa khususnya remaja sebagai generasi penerus tetap terpatri di dalam jiwa.

“Berbicara tentang bangsa berarti berbicara sebuah konsep tentang masa depan. Bangsa dan negara tidak mungkin dibentuk secara mendadak. Tapi dibentuk untuk mencapai tujuan dan terwujudnya kesejahteraan serta terjaminnya keamanan. Tapi saat ini yang ada negara bukan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan hingga yang saat ini terjadi negara layaknya tidak punya aturan,” ujarnya saat menjadi pembicara seminar, Menyegarkan Kembali Paham Kebangsaan dan Membumikan Rasa Bela Negara di hadapan 300 pelajar se-Jakarta Barat, Jumat (11/3).

Sumber : Klik disini

Kemanakah Semangat Nasionalisme Generasi Muda Zaman Sekarang ?



Di sela-sela mengajarnya Para Guru menanamkan rasa nasionalisme kepada anak didiknya, mereka mengemasnya dalam bentuk cerita patriotisme yang menyuguhkan alur cerita yang menarik, sehingga memancing perhatian para siswanya. Selain itu, sebelum pelajaran dimulai terkadang para siswa juga diminta menyanyikan lagu-lagu nasional oleh gurunya. Di lingkungan keluarga di masa penulis kecil atmosfir penerapan nilai sejarah dan nasionalisme perjuangan bangsa ini kerap diberikan. Misalnya orang tua pada suatu hari nasional meminta penulis memasang bendera sang merah putih di halaman rumah, dan orang tua menjelaskan alasan pemasangan bendera tersebut, sehingga penulis menganguk-angguk tanda mengerti…..hhmmmm…itu sedikit kisah sentimentil saya saja dikala masih di bangku SMP , dan rekaman pentarnsferan nilai nasionalisme masih terpatri walaupun mulai sedikit memudar dan bahkan mulai hilang.

Bandingkan dengan zaman sekarang, segalanya sudah berkembang pesat baik itu bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan teknologinya. Tapi kalau kita amati secara teliti, ada semangat dari bangsa ini yang mulai tergesek habis ditelan kemajuan zaman karena sistem yang membentuknya tidak berjalan maksimal. Salah satunya adalah nilai nasionalisme generasi mulai hilang melayang dipagut hingar bingar alunan musik modernisasi dan globalisasi. hampir secara menyeluruh seluruh lini di negeri ini melupakan penyemaian rasa kebangsaan kepada kaum muda, terutama para pelajarnya.

Pelajar zaman sekarang akan lebih cepat terprovokasi melakukan aksi tawuran daripada memproyeksikan kegiatan akademisnya. Pelajar SD akan fasih dan menjiwai jika disuruh menyanyikan lagu-lagu Ungu atau Paterpan daripada menyaynyikan lagu “Bagimu Negeri”. Pelajar SMP akan semangat dan bergairah jika membacakan karya-karya “Khalil Gibran” daripada membaca karya Chairil Anawar. Anak-anak SMA akan ogah-ogahan kalau disuruh Apel Bendera, tapi akan bersemangat 45 kalau Apel ke pacarnya. Fenomena-fenomena tersebut hanya sebagian kecil saja yang ada di sekitar kita, masih seabreg lagi prilaku-prilaku dan semangat patriotisme-nasionalisme yang mulai asing dengan konsep hidup zaman sekarang.

Salahkah generasimuda punya kecenderungan seperti itu ? jawabnya tentu tidak ! mereka kan tidak pernah tahu dan belum dilahirkan tatkala terjadinya Perang 10 November yang merenggut ribuan nyawa putra-putri terbaik bangsa ini, mereka tak kenal apa arti air mata penderitaan akibat kejamnya masa kolonial selain air mata para artis dan aktor dalam adegan di sebuah sinetron. Para remaja sekarang tidak akan mengerti bagaimana susahnya RA Kartini menempatkan wanita pada martabat yang tinggi.

Mungkin Arwah pahlawan di Alam sana banyak yang bergumam, Bukan ini balasan yang kami inginkan atas pengorbanan dan perjuangan kami….! Sia-sialah darah dan air mata kami yang sudah membasahi bumi pertiwi ini….! Jiwa dan raga kami memang sudah sirna, semangat nasionalisme harus tetap terjaga….! agar bangsa ini berdiri TEGAK dan BERMARTABAT di mata bangsa lain…

Pemuda di pundakmu kami sandarkan harapan dan cita-cita, di kepalamu kami tunggu pemikiran cemerlangmu, dan di tangan kekarmu kami titipkan kiprah-kiprah yang belum sempat digoreskan ke hidupan nyata….WAHAI Para generasimuda Jangan biarkan tangisan kami semakin keras karena sepak terjangmu !!! Tapi hiasi wajah-wajah kami dengan senyum dengan KARYA-KARYA yang spektakuler.

Sumber : Klik disini

Globalisasi dan Pemuda (Remaja) Indonesia

Masa muda atau remaja bagi sebagian orang berpendapat bahwa masa tersebut adalah masa yang mengasyikkan dan berkesan, pada masa itu seorang remaja baik laki-laki maupun perempuan tengah mencari dan mengenal kepribadian atau jatidiri dalam dirinya serta mencari sosok orang lain yang layak untuk menjadi panutan dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Namun, berbeda halnya dengan pandangan bapak psikologi remaja Stanley yang berpendapat bahwa remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan, dimana masa remaja merupakan masa yang penuh badai dan tekanan (storm and stress), masa yang penuh badai dan tekanan tersebut tak terlepas dari pengaruh lingkungan (globalisasi) yang terus berkembang.

Apabila bila kita berbicara tentang fungsi pemuda, mungkin diantara kita akan teringat sebuah pernyataan bijak yang menyatakan bahwa pemuda adalah penerus tonggak estafet kepemimpinan dimasa yang akan datang. Nasib dan kondisi suatu bangsa beberapa tahun kedepan ada pada peran daripada generasi muda, suatu bangsa akan maju dan sejahtera manakala generasi mudanya memiliki kemampuan dan kepedulian pada situasi dan kondisi bangsanya. Sama halnya dengan Indonesia yang saat ini membutuhkan figur kepemimpinan yang siap siaga melayani masyarakat serta memiliki kemampuan menerapkan nilai-nilai nasionalisme dalam berkehidupan bermasyarakat. Ketika kita berbicara kondisi pemuda di tanah air pada sekarang ini, apakah sudah nampak kesiapan mereka untuk mengemban amanah melanjutkan kepemimpinan bangsa untuk masa berikutnya ???, tentunya setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda.

Sumber :

Rabu, 02 November 2011

Globalisasi vs Nasionalisme..

Assalamualaikum !! halo teman2 blogger dan pembaca setia blog saya :D hehe Selamat malam salam sejahtera buat kita semua !

Hmm.. temen2 tau nggak kalau kita itu adalah anak2 Indonesia ? kalau di tanya soal macem ini pasti semua menjawab iya. Tapi kalau ditanya, cinta nggak sama Indonesia ? Bangga nggak jadi anak Indonesia ?? Aku rasa jawabannya bakal beda-beda.

Menurut info dan berita serta bebrapa pendapat dari para orang tua, banyak anak2 remaja sekarang yang tidak lagi bangga dengan Indonesia. Mereka lebih bangga dengan musik2 ROCK, Alternative, Punk dsb. Alasannya sih globalisasi. :D bukan berarti nggak boleh lho suka atau jadi penggemar musik2 mancanegara, tapi jangan lupa identitas negara kita Indonesia. Toh juga ROCK indonesia bagus, lagu pop nya, regee keroncong dsb juga gak kalah populer ! Malah banyak turis yang bangga :D . Melihat sekarang di Indonesia aja udah carut-marut gini. Malah banyak juga orang-orang pinter yang ke luar negeri dan menjadi warga negara di sana. Sadarkah engkau ? justru Indonesia kini sedang butuh tangan2 kita semua para generasi muda yang hebat ( Amiin ya Allah :D ) untuk memperbaikinya, bukan minggat satu satu.

kita makan, hidup, mengenyam pendidikan di Indonesia. Kita lahir di Indonesia, kita makmur pun juga di Indonesia. Lalu apa balas jasa kita buat negeri ? Coba ! Pernah gak bayangin kalau kita udah jahat buanget ama negara kita. Udah kita hidup dengan fasilitas enak di Indonesia tapi setelah itu kita malah mencampakannya setelah kita sukses. (semoga kita jadi orang sukses yang beradab :D amiiin )

Aku juga sempet berfikir, terlitas gitu aja. Musik keroncong, gamelan, Kebo giro, langgam, canpursari kenapa udah gak ada "baunya" ? Tiap ada anak remaja yang memainkan lagu itu, kenapa dianggap tradisonal dan gak berpikiran maju ? HOEY !! Suka musik barat it's oke ! Tapi ingat, siapakah dirimu yang sebenarnya. Majukan dan mainkan musik2 ala kita ! Ala Orang2 Indonesia ! Cobalah bangga dengan apa yang kita punya. Bukankah Allah juga menyuruh kita bersyukur dengan apa yang kita miliki ? Nah salah satunya ya dengan gemar dengan musik sendiri.

"Cintailah negerimu, tanah airmu tumbuhkan semangat Nasionalisme ! Salah satu faktor menjadi orang besar ialah dia tidak pernah malu dengan apa yang dia punya, bahkan dia akan bersyukur dan membuatnya jadi lebih indah"

Oke deh sekian dulu, semoga bermanfaat. Komennya ditunggu ya :D

Wasslamualaikum wr wb

Klik disini

Bangkitkan Nasionalisme Bareng “Youth Empowerment For Nations”


Siapa bilang memperingati hari Sumpah Pemuda harus dengan acara yang mewah dan meriah. ”Youth Empowerment For Nations”, adalah acara yang diadakan oleh teman-teman kita dari AIESEC Undip yang diadakan untuk memperingati hari Sumpah Pemuda. Acara yang digeber tanggal 28 Oktober 2011 ini mengangkat tema ”Youth Talk” ini dikemas secara sederhana lho.

Dengan menampilkan pembicara yang berbeda generasi, yaitu Garna Raditya yang mewakili dari generasi muda jaman sekarang dan bapak Kadarman, salah satu veteran perang. Malam itu Garna mengangkat tema seputar keadaan bangsa Indonesia sekarang ini. Cowok yang juga bekerja sebagai wartawan ini menjelaskan, sekarang ini bangsa Indonesia terutama para pemudanya sedang dijajah oleh kolonialisme. Banyak pemuda Indonesia yang sudah lupa akan sifat kenasionalisan untuk negaranya. Garna juga melempar beberapa pertanyaan, salah satunya adalah seberapa nasionalisme kita untuk menyelamatkan negara kita? Yup, beragam jawaban dilontarkan oleh beberapa peserta. Tanya-jawab ini membuat susana malam itu semakin akrab walaupun hanya menggunakan penerangan cahaya lilin. Hah? Lilin? Tenang dulu kawan, memang malam itu Semarang habis diguyur hujan deras ditambah lagi dengan mati listrik.

Nggak mau kalah dengan generasi muda, bapak Kadarman yang berstatus sebagai veteran perang juga ikut berbagi cerita dan pengalaman sebagai pemuda pada jaman dulu. Tapi jangan salah, biar statusnya sebagai veteran tapi semangat beliau untuk bercerita tetap berkobar, hehehee. Veteran asli Semarang ini menjelaskan kalau kemerdekaan bangsa Indonesia didapat secara bertahap. Nah, salah satu tahapan itu adalah adanya Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda sendiri merupakan embrio bagi para pemuda untuk menjadi semakin baik dan pemuda adalah penggerak bangsa ini. Pemuda Indonesia harus dan wajib memiliki rasa saling memiliki, karena dapat terhindar dari gerakan separatis yang bisa memecahkan persatuan bangsa. Dalam ceritanya bapak Kadarman juga berpesan, seluruh pemuda harus sopan santun di segala tempat dan keadaan, karena itu adalah modal untuk menjadi bangsa yang baik.

Kawan, sudah sepantasnya kita sebagai pemuda penurus bangsa wajib menanamkan sifat nasinalisme di dalam diri, nggak harus dengan cara yang menggebu-gebu dan anarkis, tetapi dengan menghayati dan memaknai nilai nasionalisme itu sudah cukup.

Memilih Gahwa Cafe sebagai diadakannya acara ”Youth Empowerment For Nations” ini, dan salut untuk panitia yang sudah bisa membuat acara amazing semacam ini. GO INDONESIA!

Sumber: Klik disini

nasionalisme remaja

ADA asumsi, remaja sekarang tak punya jiwa nasionalis. Anak muda sekarang berbeda dengan remaja dulu. Sekarang lebih mementingkan egonya. Beberapa dari mereka menolak asumsi tersebut. Menurutnya, tidak benar remaja sekarang tidak punya jiwa nasionalis.
Mereka juga menolak pendapat yang mengatakan anak muda hanya mementingkan ego pribadi. Walau banyak juga yang seperti itu, tapi tidak semuanya. Jadi tidaklah tepat, jika semua anak muda dipukul rata seperti itu hanya karena beberapa orang yang antipati pada negeri ini. ntinya masih banyak remaja yang punya jiwa kebangsaan.
Menilai anak muda sekarang bukanlah dengan kacamata dulu. Sebab, situasi dan kondisi-nya berbeda. Zaman dulu, anak muda yang mau mengangkat senjata melawan penjajah, dikategorikan nasionalis. Patokan itu jelas tidak relevan lagi bila diterapkan saat ini. Sekarang perang tak lagi berkecamuk. Karenanya mereka menampakkan rasa nasionalis dalam bentuk yang lain. Misalnya belajar serius dan menghasilkan sebuah karya yang mengharumkan bangsa Indonesia.
Beberapa remaja juga menolak bila nasionalisme selalu dikaitkan dengan perang dan politik. Menurut mereka, dengan tidak melakukan hal-hal negatif, sudah termasuk wujud cinta bangsa. Memakai produk dalam negeri pun bisa dianggap sebagai bentuk cinta tanah air. Bukan cuma pemuda sebagai pelajar, mereka yang kurang beruntung mengeyam pendidikan dan emnjadi tenaga kerja juga mempunyai dedikasi yang tinggi pada bangsa ini. Termasuk pemuda pemudi Indonesia yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di luar negeri, juga punya jiwa kebangsaan tinggi. Meski hanya kerja sebagai buruh, tapi dedikasi dan keuletan mereka sangat luar biasa. Penghasilan yang didapat di negeri orang, digunakan untuk membangun di kampung halaman. Mereka tetap ingat dengan tanah kelahirannya.
Langkah awal guna menyadarkan remaja untuk cinta tanah air juga bisa dibuat dalam format baru, misalnya setiap kali peringatan hari nasional diadakan kegiatan yang bisa emberikan saluran apresiasi terhadap anak muda. Lebih jauh lagi, di lingkungan keluarga dibentuk satu kebiasaan yang kondusif membentuk semangat patriotisme.***

Sumber: Klik disini

Jumat, 28 Oktober 2011

Sumpah Pemuda, Wujud Nasionalisme Pemuda Indonesia

Berhubung hari ini bertepatan dengan hari sumpa pemuda, maka saya mencoba untuk membuat postingan tentang sumpah pemuda yang di peringati setiap tanggal 28 Oktober setiap tahunnya.

SUMPAH PEMUDA

PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).

KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).

KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).

Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.